Selasa, 03 April 2012

SAYYIDINA ALI & ABUL ASWAD MENGARANG ILMU NAHWU


Sebab Abul Aswad mengarang fan Nahwu. Diceritakan pada suatu malam Abul Aswad  berada di atap rumahnya dan di sampingnya putrinya sedang memandangi langit, bintang-bintang, dan keindahan kedap kedip cahaya bintang diwaktu malam yang gelap.
Putrinya berkata,(مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ)Ayah ! Apa yang paling indah di langit ?“.
“Ya semua bintang di langit “, jawab sang ayah.
Abul Aswab menduga pertanyaan putrinya adalah, (مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ)yang artinya adalah Ayah ! Apa yang paling indah di langit ?“.
“ Ayah ! Maksudku bukan begitu. Yang aku maksudkan aku merasa kagum melihat indahnya bintang-bintang di langit “, sanggah putrinya.
Mendengar penjelasan anaknya yang tidak sama dengan apa yang dia ucapkan Abul Aswad berkata,” Katakanlah ! (مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ)Alangkah indahnya langit “
Hati Abul Aswad merasa resah mendengar susunan bahasa Arab putrinya yang tidak benar. Paginya Abul Aswad pergi menuju rumah Sayyidina Ali – Semuga Allah memulyakannya. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk Abul Aswad membuka pembicaraan,” Wahai Amirul Mukminin !  Telah terjadi kesalahan bahasa pada anak-anak kita yaitu kesalahan yang belum pernah kita ketahui sebelumnya “.

Kemudian Abul Aswad menceritakan kisahnya saat duduk di atas atap rumahnya bersama putrinya.
Mendengar cerita Abul Aswad Amirul Mukminin Sayyidina Ali berkata bahwa terjadinya kesalahan susunan bahasa yang telah terjadi diakibatkan campur baurnya orang Arab dan non Arab.
Beberapa hari kemudian Sayyidina Ali memerintahkan Abul Aswad agar menulis rumusan ilmu Nahwu, Sayyidina Ali membeli kertas dan dia mendektekan pada Abul Aswad,” Kalam ada tiga: isim, fi’il, dan huruf yang punya arti”, serta sejumlah bab Ta’ajjub. Setelah selesai ditulis dia berkata kepada Abul Aswad,” Contohlah seperti ini”. Karena perintah Sayyidina Ali ‘ Contohlah seperti ini’ maka ilmu ini disebut dengan Ilmu Nahwu.
“Telitilah susunan bahasa Arab itu dan tambahkanlah susunan bahasa yang terjadi pada dirimu. Ketahuilah wahai Abul Aswad, bahwa macamnya isim itu ada tiga: Dhahir, Mudlmar dan satunya bukan Dhahir dan bukan Mudlmar. Manusia saling mengklaim lebih utama dalam mengetahui isim yang tidak Dhahir dan tidak Mudlmar, saran Sayyidina Ali kepada Abul Aswad.

Abul Aswad berkisah,” Lalu aku kumpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tatabahasa dan aku sodorkan hasilnya kepada Sayyidina Ali. Diantaranya adalah huruf-huruf nashab,  ان, أن, ليت, لعل, كأنdan aku tidak menyebut لكن. Sayyidina Ali bertanya,” Kenapa kamu meninggalkan لكن  ?”. Aku berkata,” Aku tidak menyangkanya termasuk huruf nashab”. Dia berkata,” لكن itu termasuk huruf nashab. Tambahkan kata itu !..”. Pernah Abul Aswad mendengar seseorang yang membaca,” اِنَّ اللهَ بَرِيْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ  “ dengan membaca jer kata وَرَسُوْلِهِ yang seharusnya dibaca nashab وَرَسُوْلََهُ. . Melihat hal itu Abul Aswad mengarang bab ‘Ataf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar